Tolak Pornografi, Selamatkan Generasi

Tayangan porno yang akhir-akhir ini marak di sejumlah stasiun televisi sudah membuat risih sejumlah kalangan. Bahkan Presiden SBY sendiri mendesak agar tayangan seperti itu segera dihentikan (Republika, 18 Desember 2004). Namun kembali lagi, sejumlah kalangan lainnya, terutama insan seni dan pengusaha televisi, mengeluhkan tidak jelasnya definisi pornografi. Sementara itu sudah jamak kalau tayangan-tayangan yang mengumbar pusar (jika batasan pornografi ini adalah pusar dan "sekitarnya"), justru menduduki rating yang tinggi, dan berarti pemasukan iklan yang besar. Maka tak perlu heran kalau fatwa MUI tentang pornografi, bahkan RUU larangan pornografi/pornoaksi seperti kurang mendapat respon positif.


Akar Masalah

Arus utama (paradigma) berpikir masyarakat saat ini memang sangat terpengaruh oleh kapitalisme, paham yang menganggap bahwa kehidupan tidak perlu diatur oleh agama, namun cukup ditentukan oleh asas manfaat. Namun faktanya, apa yang dianggap bermanfaat ini ditentukan secara sangat egoistik dan berwawasan pendek oleh para pelaku yang kebetulan mendominasi arena.

Dalam kapitalisme, apa saja yang bisa dijadikan komoditas, akan diperlakukan sebagai komoditas. Andaikata air ludah itu bisa dijual, tentu akan ada bisnis di sana.

Wanita sudah dianggap sebagai komoditas sejak lama, bahkan eksploitasi wanita dalam berbagai bentuknya (dari pamer aurat hingga pelacuran), sering disebut sebagai bisnis "tertua" di dunia. Sebutan ini dijadikan alibi seakan-akan mustahil memberantas pornografi dan pornoaksi, karena hal itu sudah menyatu dengan sejarah manusia.

Bahkan sejumlah teori ilmiah dicoba dibuat oleh para psikolog Barat. Sigmund Freud misalnya, mengatakan bahwa aktivitas sex (tanpa peduli segi halal - haramnya) adalah sumber energi, yang tanpa itu manusia tidak bisa hidup normal.

Salah satu pilar demokrasi adalah kebebasan berekspresi dan berperilaku. Dalam demokrasi yang diyakini Barat (dan juga dijajakan sebagai "kebenaran universal" ke negeri-negeri Islam), seseorang seharusnya bebas berekspresi dan berperilaku apa saja. Batasnya hanyalah kebebasan orang lain. Kalau tidak mengganggu orang lain, kenapa harus dibatasi? Kalau ada yang keberatan dengan tayangan (porno) di TV, ya tidak usah nonton, pindah channel saja atau matikan saja TV-nya. Begitu kilah mereka.

Pandangan-pandangan di atas bertemu dengan pragmatisme ekonomi. Realitasnya, sebagian wanita "memilih" bidang "bisnis" ini karena tekanan atau tarikan ekonomi. Ketika pendidikan mahal dan lapangan kerja susah, maka eksploitasi aurat dan seks adalah jalan pintas untuk meraih uang dan materi. Maka aksi anti pornografi dan pornoaksi sering ditolak dengan alasan ekonomi, "Kalau mereka dilarang, terus siapa yang kasih makan?". Faktanya memang ditemukan sejumlah pemain dangdut pengumbar aurat atau pelacur pengobral syahwat yang melakukan pekerjaannya ini demi sekolah adik atau anaknya, atau demi orang tuanya yang renta, setelah suaminya tiada atau tidak berdaya, dan penguasa yang semestinya melindungi mereka, juga tidak melakukan apa-apa.

Sepintas memang aktivitas pornografi/pornoaksi itu tidak merugikan yang tidak berkepentingan. Mereka yang bertransaksi juga melakukannya suka sama suka. Namun ada yang dilupakan: masa depan!

Di Barat, pornografi/pornoaksi baru menjadi sangat liberal sejak ditemukan alat pencegah kehamilan di akhir tahun 60-an. Sejak itulah orang bisa memisahkan antara tanggungjawab kehamilan dengan kenikmatan seksual. Sejak itu "bisnis" ini menjadi fenomena global. Namun kini dampaknya mulai terasakan. Anak-anak, remaja dan pemuda yang lahir di Barat di era 70-an ke atas, memiliki semangat juang atau motivasi yang lebih rendah dari orang tua atau moyang mereka. Ada kecenderungan mereka menghindari persoalan-persoalan yang lebih rumit, semacam sains dan teknologi. Mereka juga tak lagi begitu peduli pada persoalan politik. Dunia mereka kini adalah 3F - football, fashion & fun - (permainan, penampilan, dan bersenang-senang). Maka generasi Jena Bush (anak George W. Bush), tidak lagi setangguh generasi George Washington. Dan sebenarnya tinggal menunggu waktu saja, sampai akhirnya tiba generasi terakhir dalam sejarah mereka. Dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia, fenomena 3F - yang antara lain tampak dari pornografi/pornoaksi, selalu merupakan gejala kehancuran bangsa itu.


Islam Menjawab dengan Kaffah

Islam sebagai ajaran yang diturunkan oleh Sang Pencipta yang Maha Bijaksana, memberikan syari'at yang sangat lengkap. Wanita dipandang sebagai sosok yang diberi kehormatan dan tugas yang mulia, yakni sebagai madrasah pertama bagi generasi baru dan mitra bagi suaminya - bukan sebagai komoditas ataupun rival bagi para lelaki.

Hasrat seksual ataupun pamer aurat, dipenuhi didalam pernikahan, yakni antara suami-istri. Dan kaum wanita tidak perlu menjual dirinya karena alasan ekonomi, karena sistem nafkah dalam Islam membentuk jaringan yang rapi, sehingga tidak perlu seorang wanita menjadi terlunta-lunta. Setiap wanita akan dinafkahi oleh ayahnya, atau suaminya, atau saudara laki-lakinya, atau pamannya, atau bahkan anak laki-lakinya. Dan bila tidak ada kerabatnya ini yang mau menafkahi, negara wajib campur tangan, dan ini tidak dianggap intervensi negara ke ruang privat. Sedang bila tak ada satupun kerabat yang ada, atau mampu, negara membantunya secara langsung, dengan menunjuk hakim yang adil untuk menjadi wali bagi wanita itu. Tentu saja negara juga menyelenggarakan sistem pendidikan dengan kurikulum yang Islami. Bahan ajar yang mendewakan kebebasan berekspresi atau berperilaku, atau teori Freud, tentu saja harus dibongkar kepalsuannya, dan digantikan dengan ajaran-ajaran Islam yang menyejukkan qalbu, memuaskan akal, dan menenangkan jiwa.

Negara juga menegakkan syari'at tentang aurat dalam Islam. Yang disebut porno adalah yang memamerkan aurat di depan orang yang tidak berhak, atau di depan publik.

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka tutupkan kerudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putera-putera mereka, putera-putera suami mereka, saudara-saudara mereka, putera-putera saudara laki-laki mereka, putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai hasrat (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. .. (Qs. 24:31)

Dan aurat wanita di dalam Islam itu sangat jelas, yaitu semua bagian tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Mazhab Maliki menambah telapak kaki juga sebagai perkecualian.

Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka ulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" .. (Qs. 33:59)

Di sisi lain, negara justru harus mengupayakan, agar wanita-wanita yang diperlukan keahliannya dan akan bekerja, tetap dapat melakukan aktivitas ini sekalipun berjilbab. Tidak seperti sekarang, wanita yang berusaha menutup auratnya malah dipersulit, sekalipun mereka profesional.

Mereka yang harus mengajar ilmu di depan majlis yang juga dihadiri laki-laki, juga tetap diberi hak untuk itu, karena suara bukanlah aurat.

Kalau wanita diperintahkan menutup aurat, maka laki-laki diperintahkan menundukkan pandangan.

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, .". (Qs. 24:30)

Laki-laki yang ingin segera melihat aurat wanita, dibantu dengan jalan dipermudah menikah. Syariat mendorong masyarakat dan negara untuk menjadi fasilitator bagi mereka yang ingin menikah, bahkan sebagian harta baitul maal bisa dipakai untuk mensponsori pernikahan ini, sebagaimana yang dilakukan Khalifah Umar bin Abdul Azis.

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. (Qs. 24:32)

Dan untuk mencegah masuknya pornografi dari luar negeri, negara menerapkan syariat hubungan luar negeri yang berbasis pada dakwah dan jihad. Perdagangan luar negeri dipandang dalam kerangka yang akan menguatkan negara Islam dan kaum muslimin, sehingga segala komoditas yang berpotensi melemahkan harus dicegah.


Ironi

Adalah ironis, pada saat kita gegap gempita bicara moralitas bangsa, tapi pornografi dibiarkan. Bahkan lebih ironis lagi, ada sejumlah kalangan menolak pornografi, namun mereka juga menolak syari'at Islam - yang sebenarnya sangat efektif dalam mencegah pornografi, secara komprehensif.

Aparat negara tidak perlu bersikap reaktif menunggu masyarakat marah dan kemudian merusak sarana-sarana maksiat (termasuk arena pornoaksi atau lapak-lapak penjualan pornografi). Aparatlah yang seharusnya proaktif melakukan pencegahan. Bukankah mereka yang punya kekuatan?

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya (kekuasaannya). Barangsiapa tidak memiliki kekuasaan - hendaknya dengan lisannya. Dan barangsiapa tidak mampu bicara, hendaklah menolak dengan hatinya - namun itulah selemah-lemah iman.

Karena itu kita menyerukan kepada seluruh aparat negeri ini, agar kekuasaan yang diamanahkan kepada mereka, digunakan untuk mencegah kemunkaran ini terus berlanjut. Mereka tidak dalam posisi hanya sekedar bicara atau membuat wacana.

Sementara itu tugas para ulama adalah senantiasa mengingatkan, agar para penguasa tidak lalai dalam menjalankan amanah di atas. Mereka berkewajiban untuk mencerdaskan umatnya, agar umat juga berani mengingatkan pemimpinnya, dan secara pribadi juga tidak justru menikmati keberadaan pornografi itu. Ulama yang tidak berani meneriakkan demikian, tidak lebih mulia dari setan yang bisu.

Maka adalah tugas kita bersama untuk mencegah pornografi. Dan tugas kita bersama juga untuk menegakkan syari'ah dan khilafah, demi masa depan kita dan anak cucu kita.

Related Post by Category



Posted by Toko Alifa on 17.58. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

0 komentar for "Tolak Pornografi, Selamatkan Generasi"

Leave a reply

Silahkan komentar jika artikel ini bermanfaat dan maaf komentar spam kami hapus