Ketidakberdayaan Manusia
Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT mempunyai dua kitab. Pertama, kitab yang  diciptakan yaitu alam raya yang tampaknya bisu tapi pada hakikatnya selalu  berbicara dengan berbagai isyarat yang dipantulkannya. Kedua, kitab yang  diturunkan yaitu Alquran yang dapat dibaca dan dihayati ajaran-ajarannya. 
Mengenai alam raya atau disebut sebagai ayat-ayat kauniyah Allah  berfirman, ''Sesungguhnya dalam penciptaan ruang angkasa dan bumi dan silih  bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Ilahi) bagi  orang-orang yang berakal. Yaitu, orang-orang yang selalu ingat kepada Allah di  waktu berdiri, ketika duduk dan berbaring dan mereka memikirkan (tafakkur)  tentang penciptaan ruang angkasa dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami!  Tidaklah Engkau ciptakan (semua ini) dengan sia-sia. Mahasuci Engkau.  Peliharalah kami dari siksa neraka.'' (Ali 'Imran: 190-191).
Pada  ayat-ayat yang membicarakan keadaan alam atau kosmologi dalam Alquran, sebagian  besar diakhiri dengan pertanyaan: afala tatafakkarun? Afala ta'qilun?, Apakah  kamu tidak berpikir? Apakah kamu tidak berakal? Dalam Alquran maupun hadis  banyak ditemukan hal-hal yang menggugah manusia supaya memperhatikan alam raya,  yang mengandung rahasia-rahasia dan keajaiban-keajaiban. Jika hal itu  direnungkan akan semakin meningkatkan kesadaran terhadap kebesaran dan kekuasaan  Allah SWT serta menyadari kelemahan dan ketidakberdayaan manusia.
Dalam  kaitan alam raya ini, Ibnu Qayim Al-Jauziyah (ulama besar abad VII H) menulis  dalam Miftahu Sa'adah, bahwa alam mempunyai dua fungsi terhadap manusia, yaitu  rahmat dan bencana. Selagi alam fungsinya rahmat, maka air dapat dimanfaatkan,  tanah dicangkul, angin bertiup dengan sepoi-sepoi sejuk dan nyaman. Manusia  besar di depan alam sehingga muncul arogansi manusia menguasai alam. 
Tetapi, kalau alam sudah berubah fungsinya menjadi bencana, maka air,  angin, tanah, sama menghantam manusia. Waktu itu, manusia kecil di depan alam,  seperti banjir dan gempa kalau sudah bergerak, tidak dapat dihadapi oleh manusia  selain hanya menampung akibatnya. Mohammad Rasyid Ridha dalam tafsir Al Manar  (Juz XII) banyak menguraikan tentang bencana alam, sejak topan Nabi Nuh sampai  bencana-bencana alam yang banyak terjadi di seluruh dunia dalam abad XX. 
Diingatkannya, agar kaum Muslimin dalam melihat bencana-bencana alam itu  jangan seperti kaum Materialis-Sekularis yang menghubungkan sekadar  faktor-faktor alam biasa. Tetapi, seharusnyalah kita menghubungkan setiap  bencana itu dengan kekuasaan Allah. Manusia hidup dengan cara yang tidak  diridhai Allah, itulah yang menjadi sumber bencana-bencana alam di dunia ini,  kata Rasyid Ridha.
Bencana alam yang terjadi telah ditentukan menurut  hukum yang ditetapkan Allah yang dinamakan qadha dan qadar. Tetapi, dosa dan  kedurhakaan manusia menjadi sebab tidak langsung bagi datangnya bencana yang  kadang secara merata supaya umat manusia sadar terhadap kesalahan yang  dilakukannya. Wallahu a'lam bis-shawab.

0 komentar for "Ketidakberdayaan Manusia"