Kisah Nyata : 7 Kali Naik Haji Tidak Bisa Melihat Kabah
Berdasarkan Kisah Nyata :   Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan (bukan  nama sebenarnya),  mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang  kelima. Sarah (juga  bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang  dengan ajakan anaknya  itu. Sebagai muslim yang mampu secara materi,  mereka memang berkewajiban  menunaikan ibadah Haji.
Segala  perlengkapan sudah disiapkan. Singkatnya ibu anak-anak ini akhirnya  berangkat ke tanah suci. Kondisi keduanya sehat wal afiat, tak kurang  satu apapun.  Tiba harinya mereka melakukan thawaf dengan hati dan niat  ikhlas  menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam. “Labaik allahuma  labaik,  aku datang memenuhi seruanMu ya Allah”.
Hasan  menggandeng ibunya dan berbisik, “Ummi undzur ila Ka’bah (Bu,lihatlah  Ka’bah).”  Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi berwarna hitam  itu. Ibunya  yang berjalan di sisi anaknya tak beraksi, ia terdiam.  Perempuan itu  sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh  anaknya. Hasan  kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut  wajah ibunya.  Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak  mengerti mengapa  ia tak bisa melihat apapun selain kegelapan.  beberapakali ia  mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang tampak  hanyalah kegelapan.  Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya.  Beberapa menit yang  lalu ia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi  mengapa memasuki  Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gulita.
Tujuh  kali Haji  Anak yang sholeh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia shalat  memohon  ampunan-Nya. Hati Hasan begitu sedih. Siapapun yang datang ke  Baitulah,  mengharap rahmatNYA. Terasa hampa menjadi tamu Allah, tanpa  menyaksikan  segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga  rahmat-Nya.  Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan  taubatnya yang  sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan  anugrah-Nya, dengan  menatap Ka’bah, kelak. Anak yang saleh itu berniat  akan kembali membawa  ibunya berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik  belum berpihak  kepadanya.
Tahun  berikutnya kejadian serupa terulang lagi. Ibunya kembali dibutakan di  dekat Ka’bah, sehingga tak dapat menyaksikan bangunan yang merupakan  symbolpersatuan umat Islam itu. Wanita itu tidak bisa melihat Ka’bah.  Hasan tidak patah  arang. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun  berikutnya.  Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka’bah. Setiap  berada di  Masjidil Haram, yang tampak di matanya hanyalah gelap dan  gelap.  Begitulah
keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. Hingga kejadian itu berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji. Hasan tak habis pikir, ia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka’bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka’bah, penglihatannya selalu normal. Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat azab Allah SWT ?. Apa yang telah diperbuat ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat membantu permasalahannya.
keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. Hingga kejadian itu berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji. Hasan tak habis pikir, ia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka’bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka’bah, penglihatannya selalu normal. Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat azab Allah SWT ?. Apa yang telah diperbuat ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat membantu permasalahannya.
Beberapa  saat kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang terkenal karena  kesholehannya  dan kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat). Tanpa  kesulitan berarti,  Hasan dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud. Ia  pun mengutarakan masalah kepada ulama yang saleh ini. Ulama itu  mendengarkan dengan seksama, kemudian meminta agar Ibu dari hasan mau  menelponnya. anak yang berbakti ini pun  pulang. Setibanya di tanah  kelahirannya, ia meminta ibunya untuk  menghubungi ulama di Abu Dhabi  tersebut. Beruntung, sang Ibu mau  memenuhi permintaan anaknya. Ia pun   mau menelpon ulama itu, dan menceritakan kembali peristiwa yang  dialaminya di tanah suci. Ulama itu kemudian meminta Sarah introspeksi,   mengingat kembali, mungkin ada perbuatan atau peristiwa yang terjadi   padanya di masa lalu, sehingga ia tidak mendapat rahmat Allah.
Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya.
“Anda harus berterus terang kepada saya, karena masalah Anda bukan masalah sepele,” kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak. Kemudian ia meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu tidak mendapat kabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah menelpon. “Ustad, waktu masih muda, saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,” cerita Sarah akhirnya. “Oh,bagus…. Pekerjaan perawat adalah pekerjaan mulia,” potong ulama itu. “Tapi saya mencari uang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau haram,” ungkapnya terus terang. Ulama itu terperangah. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian. “Disana….” sambung Sarah, “Saya sering kali menukar bayi, karena tidak semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan, dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan mereka.”
Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya.
“Anda harus berterus terang kepada saya, karena masalah Anda bukan masalah sepele,” kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak. Kemudian ia meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu tidak mendapat kabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah menelpon. “Ustad, waktu masih muda, saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,” cerita Sarah akhirnya. “Oh,bagus…. Pekerjaan perawat adalah pekerjaan mulia,” potong ulama itu. “Tapi saya mencari uang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau haram,” ungkapnya terus terang. Ulama itu terperangah. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian. “Disana….” sambung Sarah, “Saya sering kali menukar bayi, karena tidak semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan, dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan mereka.”
Ulama  tersebut  amat terkejut mendengar penjelasan Sarah. “Astagfirullah……”  betapa  tega wanita itu menyakiti hati para ibu yang diberi amanah Allah  untuk melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak keluarga yang  telah  dirusaknya, sehingga tidak jelas nasabnya. Apakah Sarah tidak  tahu,  bahwa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat penting.  Jika  seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas. Padahal,    nasab ini sangat menentukan dalam perkawinan, terutama dalam masalah   mahram atau muhrim, yaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi.
“Cuma   itu yang saya lakukan,” ucap Sarah. “Cuma itu ?” tanya ulama   terperangah. “Tahukah anda bahwa perbuatan Anda itu dosa yang luar   biasa, betapa banyak keluarga yang sudah Anda hancurkan !”. ucap ulama  dengan nada tinggi. “Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?” tanya ulama itu  lagi sedikit kesal. “Di rumah  sakit, saya juga melakukan tugas  memandikan orang mati.” “Oh bagus, itu  juga pekerjaan mulia,” kata  ulama. “Ya, tapi saya memandikan orang mati  karena ada kerja sama  dengan tukang sihir.” “Maksudnya ?”. tanya ulama  tidak mengerti.  “Setiap saya bermaksud menyengsarakan orang, baik  membuatnya mati atau  sakit, segala perkakas sihir itu sesuai dengan  syaratnya, harus  dipendam di dalam tanah. Akan tetapi saya tidak  menguburnya di dalam  tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu ke  dalam mulut orang  yang mati.”
“Suatu  kali, pernah seorang alim  meninggal dunia. Seperti biasa, saya  memasukkan berbagai barang-barang  tenung seperti jarum, benang dan  lain-lain ke dalam mulutnya. Entah  mengapa benda-benda itu seperti  terpental, tidak mau masuk, walaupun  saya sudah menekannya dalam-dalam.  Benda-benda itu selalu kembali  keluar. Saya coba lagi begitu  seterusnya berulang-ulang. Akhirnya, emosi  saya memuncak, saya masukkan  benda itu dan saya jahit mulutnya. Cuma  itu dosa yang saya lakukan.”  Mendengar penuturan Sarah yang datar dan  tanpa rasa dosa, ulama itu  berteriak marah.
“Cuma  itu yang kamu lakukan ?”. “Masya Allah. …!!! Saya tidak bisa bantu  anda.  Saya angkat tangan”. Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui   perbuatan Sarah. Tidak pernah terbayang dalam hidupnya ada seorang   manusia, apalagi ia adalah wanita, yang  memiliki nurani begitu tega,   begitu keji. Tidak pernah terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang   melakukan perbuatan sekeji itu. Akhirnya ulama itu berkata, “Anda harus   memohon ampun kepada Allah, karena hanya Dialah yang bisa mengampuni   dosa Anda.”
Bumi menolaknya.
Setelah  beberapa lama, sekitar  tujuh hari kemudian ulama tidak mendengar kabar  selanjutnya dari Sarah.  Akhirnya ia mencari tahu dengan  menghubunginyamelalui telepon. Ia  berharap Sarah telah bertobat atas  segala yang telah diperbuatnya. Ia  berharap Allah akan mengampuni dosa  Sarah, sehingga Rahmat Allah  datang kepadanya. Karena tak juga  memperoleh kabar, ulama itu  menghubungi keluarga Hasan di Mesir.  Kebetulan yang menerima telepon  adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan  kabar Sarah, ternyata kabar duka  yang diterima ulama itu.
“Ummi  sudah meninggal dua hari setelah  menelpon ustad,” ujar Hasan. Ulama  itu terkejut mendengar kabar  tersebut. “Bagaimana ibumu meninggal,Hasan  ?”. tanya ulama itu.
Hasanpun akhirnya bercerita :
Setelah menelpon sang ulama, dua hari kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas ijin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras. Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu terulang kembali. Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat. Peristiwa itu berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorangpun pengantar jenazah yang menyadari bahwa tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Para pengantar yang menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri dan merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan perbuatan si mayit.
Setelah menelpon sang ulama, dua hari kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas ijin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras. Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu terulang kembali. Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat. Peristiwa itu berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorangpun pengantar jenazah yang menyadari bahwa tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Para pengantar yang menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri dan merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan perbuatan si mayit.
Waktu  terus berlalu, para  penggali kubur putus asa dan kecapaian karena  pekerjaan mereka tak juga  usai. Siangpun berlalu, petang menjelang,  bahkan sampai hampir maghrib, tidak ada satupun lubang yang berhasil  digali. Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak pulang. Jenazah itu  dibiarkan saja tergeletak di  hamparan tanah kering kerontang. Sebagai  anak yang begitu saying dan  hormat kepada ibunya, Hasan tidak tega  meninggalkan jenazah orang tuanya  ditempat itu tanpa dikubur. Kalaupun  dibawa pulang, rasanya tidak  mungkin.
Hasan  termenung di tanah perkuburan seorang diri. Dengan ijin Allah,  tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian hitam panjang,   seperti pakaian khusus orang Mesir. Lelaki itu tidak tampak wajahnya,   karena terhalang tutup kepalanya yang menjorok ke depan. Laki-laki itu  mendekati Hasan kemudian berkata padanya,” Biar aku tangani jenazah  ibumu, pulanglah!”. Kata orang itu.
Hasan  lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu akan   menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur mau menggali lubang untuk   kemudian mengebumikan ibunya. “Aku minta supaya kau jangan menengok ke  belakang,  sampai tiba di rumahmu, “pesan lelaki itu. Hasan mengangguk,  kemudian  ia meninggalkan pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi  pemakaman, terbersit keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi   dengan jenazah ibunya.
Sedetik  kemudian ia menengok ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan, melihat  jenazah  ibunya sudah dililit api, kemudian api itu menyelimuti seluruh  tubuh  ibunya. Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari arah  yang   berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan ketakutan. Dengan  langkah  seribu, ia pun bergegas meninggalkan tempat itu.
Demikian  yang  diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku, bahwa  separuh  wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman karena  terbakar.  Ulama itu mendengarkan dengan seksama semua cerita yang  diungkapkan  Hasan. Ia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan  khusyuk dan  meminta ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang  pernah dilakukan  oleh ibunya. Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan  kepada Hasan,  apa yang telah diceritakan oleh ibunya kepada ulama itu.  Ulama itu  meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon  ampun dengan  sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan ijin  Allah akan  hilang.
Benar  saja, tak berapa lama kemudian Hasan kembali  mengabari ulama itu,  bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan panas  luar biasa, semakin  hari bekas kehitaman hilang.  Tanpa tahu apa yang  telah dilakukan  ibunya selama hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya. Ia  berharap, apapun  perbuatan dosa yang telah dilakukan oleh ibunya, akan  diampuni oleh  Allah SWT.
Semoga kisah nyata dari Mesir ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.


0 komentar for "Kisah Nyata : 7 Kali Naik Haji Tidak Bisa Melihat Kabah"