Politisi Loncat ke PD Karena Berpotensi Menangi Pemilu


Ardi Winangun: Politisi Loncat ke PD Karena Berpotensi Menangi Pemilu

Sejumlah politisi loncat pagar ke Partai Demokrat. Sebut saja Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin yang sebelumnya Ketua Golkar DPD Sulawesi Selatan, Gubenur NTB Zainul Majdi, yang sebelumnya kader Partai Bulan Bintang (PBB), dan Wagub Jabar Dede Yusuf. Perpindahan ini ditengarai karena Demokrat mengantongi potensi memenangkan pemilu.

"Banyak politisi yang meloncat ke Partai Demokrat (PD) disebabkan oleh banyak hal. Pertama, selepas Pemilu 2009, banyak orang melihat bahwa PD adalah partai masa depan. Maksudnya, PD mempunyai potensi untuk terus memenangi pemilu-pemilu selanjutnya," kata pengamat politik dan pengurus Presidium Nasional Masika ICMI Ardi Winangun.

Berikut ini wawancara detikcom dengan Ardi Winangun, Jumat (15/4/2011):

Menurut analisa Anda, mengapa Partai Demokrat menjadi sasaran para kader kutu loncat? Apakah hal ini karena partai ini tidak memiliki kader yang mumpuni?

Banyak politisi yang meloncat ke Partai Demokrat (PD) disebabkan oleh banyak hal. Pertama, selepas Pemilu 2009, banyak orang melihat bahwa PD adalah partai masa depan. Maksudnya, PD mempunyai potensi untuk terus memenangi pemilu-pemilu selanjutnya.

Dengan adanya aturan parliamentary threshold, maka membuat politisi di partai politik yang nasibnya akan tergulung parliament threshold. Mereka akan memilih partai mana yang selain lolos parliamentary threshold juga memenangi pemilu. Nah mereka melihat PD-lah yang bisa ditempati dan menolong mereka untuk terus berkarier di dunia politik. Jadi kepindahan mereka dilandasi sikap pragmatis, yakni bagaimana kesempatan mereka eksis di dunia politik terus didapat.

Kedua, banyaknya kepala daerah yang pindah ke PD, disebabkan mereka mencari perlindungan terhadap kasus-kasus hukum yang menimpa mereka. Dalam masalah penegakan hukum, pemerintah masih terkesan tebang pilih. Kepala daerah yang bukan berasal dari PD demikian cepatnya diproses ketika mereka terbukti melanggar hukum, namun kepala daerah yang berafiliasi atau kader PD yang melanggar hukum, prosesnya demikian lambannya bahkan ada yang dibebaskan. Untuk itu kepala-kepala daerah yang berpindah partai politik ke PD, selain untuk mencari kendaraan politik yang aman untuk pilkada yang akan datang, juga menjadikan PD tempat berlindung bila kasus-kasus hukum menimpa dirinya.

Apakah kerugian dan keuntungan yang akan diterima Partai Demokrat dengan menerima para politisi kutu loncat ini?

Kerugiannya, kaderisasi di PD tidak maksimal sebab secara tiba-tiba ada anggota baru yang menjadi pengurus, dan sangat merugikan masa depan PD bila politisi yang masuk itu mempunyai masalah dengan hukum. Keuntungannya, banyaknya kepala daerah atau tokoh masyarakat yang pindah ke PD ia akan menjadi pendulang suara yang efektif. Bila yang pindah ke PD itu adalah kepala daerah ia akan menggunakan mesin birokrasi dan anggaran daerah, secara diam-diam, untuk menggalang suara buat PD. Kalau dia tokoh masyarakat, ia akan menggunakan popularitasnya untuk menyakinkan masyarakat bahwa PD mampu menjawab dan memenuhi kebutuhan masyarakat

Biasanya kasus kutu loncat menimbulkan perpecahan internal partai, kasus ini misalnya terjadi di PDIP. Menurut Anda, Partai Demokrat begitu gampang menerima para kutu lompat, apakah PD tidak menyadari adanya bahaya kutu loncat tersebut?

Memang betul adanya kutu loncat bisa menyebabkan terjadinya konflik internal. Dulu masuknya Anas Urbaningrum dan Ruhut Sitompul ke PD menyebabkan Sys Ns keluar dari PD. Belajar dari pengalaman tersebut maka PD harus tetap mengakomodasi dan menghormati senior-senior PD.

Di sini PD jangan hanya bernafsu mengejar kemenangan pemilu dan pilkada dengan menampung seluruh orang yang ingin masuk ke PD dengan tanpa seleksi. Kehadiran kutu-kutu loncat yang mempunyai potensi ke depan, kemenangan dalam Pemilu 2014 maupun pilkada-pilkada, harus lebih diutamakan daripada kutu loncat yang tidak memiliki basis masa yang jelas.

Fenomena kutu loncat ini khas Indonesia atau juga terjadi di negara lain? Jika terjadi di negara lain, apa bedanya dengan Indonesia?

Kalau kutu loncat, di negara lain saya belum pernah melihat atau membaca fenomena itu. Saya melihat hal demikian baru di Indonesia. Bila di negara lain ada fenomena seperti itu, saya pikir motifnya adalah sama, yakni bukan idealis tetap mencari kekuasaan, pragmatis. Contohnya Kevin Rudd dulu adalah Perdana Menteri Australia, namun sekarang ia adalah menteri luar negeri Australia di bawah Perdana Menteri Julia Gillard. Sebetulnya ini merupakan sesuatu yang memalukan sebab dari tuan menjadi pembantu. Namun karena motifnya hanya pragmatisme maka hal tersebut tidak menjadi masalah.

Fenomena ini lebih karena sistem politik yang buruk atau lebih karena faktor individual yang terobsesi kekuasaan?

Seperti yang saya paparkan di atas karena terobsesi kekuasaan. Institusi politik dilihat seperti sebuah perusahaan sehingga ia berpindah partai karena dilandasi mencari keuntungan finansial. Sangat disayangkan bila politik tanpa idealis. Akibatnya nanti politisi seperti pemain bola profesional, kapan saja, dan di mana saja bisa pindah hanya gara-gara diiming-iming oleh nilai kontrak yang tinggi dan menggiurkan.

Mengapa SBY dan Partai Demokrat sepertinya menikmati fenomena kutu loncat ini? Tidakkah mereka khawatir akan dikhianati para politisi yang terobsesi kekuasaan?

Sebenarnya mereka menjadi kutu loncat ke PD disebabkan faktor internal dan eksternal. Eksternal, PD merayu kepala-kepala daerah untuk bergabung ke PD dengan janji mereka akan didukung bila hendak maju dalam pilkada. Kemudian kepala-kepala daerah yang memiliki kasus-kasus hukum, 'diancam' akan diseret ke pengadilan bila tidak mau bergabung ke PD.

Internal, si kutu loncat itu juga mencari tempat yang bisa melanggengkan kekuasaan dan kekayaannya. Contohnya Gubernur NTB Zainul Majdi mau pindah ke PD karena partai lamanya PBB sudah tidak memiliki prospek untuk melanggengkan kekuasaan dan kekayaannya, sehingga ia pun mencari partai politik yang bisa mendukungnya.

Sebetulnya Zainul Majdi mau dan bisa saja pindah ke Partai Golkar atau PDIP, namun sayangnya kedua partai itu tidak melakukan seperti apa yang dilakukan oleh PD, yakni mencari kepala-kepala daerah untuk diajak bergabung ke PD.

Adakah solusi untuk mengatasi masalah ini? Atau memang dunia politik demokratis juga seperti ini? Sebab politik demokratis juga tidak bisa menolak pragmatisme politik?

Selama idealisme dan ideologi seorang politisi tidak ada, maka fenomena kutu loncat akan terus terjadi. Biasanya kalau seseorang memiliki idealisme dan ideologi ia tidak akan mau menjadi kutu loncat. Kalau pun menjadi kutu loncat, tempatnya masih se-ideologi, seperti dari partai Islam A ke partai Islam B. Kalau dari partai Islam meloncat ke partai sekuler, nah itu yang disebut dengan kutu loncat yang berbahaya.

Related Post by Category



Posted by Toko Alifa on 20.28. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

0 komentar for "Politisi Loncat ke PD Karena Berpotensi Menangi Pemilu"

Leave a reply

Silahkan komentar jika artikel ini bermanfaat dan maaf komentar spam kami hapus