Jangan Mengurai Benang Pintalan
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…(QS. An-Nahl: 92)"
Ramadan telah beranjak meninggalkan kita semua. Satu hari, seminggu, dua minggu, hingga akhirnya sebulan kemesraan dan keindahan bersamanya pergi tak terasa. Sungguh begitu singkat waktu itu. Dia berlalu begitu saja dari hadapan kita. Ya, Ramadan telah kembali kepada rabb-nya, Tuhan seluruh bulan.
Kehadiran dan kepergian Ramadan selalu membuat kita bingung. Kehadiran dan kepergiannya membuat kita tertegun heran; mengapa begitu cepat berlalu? Baru kemarin rasanya kita menyambutnya, sekarang kita harus ditinggalkan olehnya. Apakah kita akan kembali bertemu dengannya? Itulah mungkin harapan dan angan-angan kita semua.
Namun, ada satu hal yang perlu kita pertahankan, yaitu nilai-nilai training center yang telah diberikan oleh Ramadan kepada kita semua. Sebulan penuh kita digembleng, dididik dan diatur oleh Ramadan. Adalah hal yang tidak bijak ketika semua usaha kita untuk sabar, ikhlas, pemurah dan sebagainya; kita lepas begitu saja. Itu sama artinya dengan seorang perempuan yang mengurai kembali benang hasil pintalannya. Ia sudah letih dan capek untuk memintal benang agar menjadi baju yang baik dan bagus. Namun, setelah pintalan itu selesai benang-benang pintalanya diurai kembali. Akhirnya, baju yang bagus dan indah itupun bercerai berai tidak lagi berbentuk baju yang baik. Ia malah menjadi benang-benang yang kusut lagi.
Lalu apa yang harus kita lakukan setelah Ramadan ini? Setidaknya ada beberapa hal yang harus kita usahakan untuk senantiasa menjaganya; Pertama, berniat kuat untuk menjaga ketaatan kepada Allah. Sejatinya, seorang Muslim di bulan Ramadan banyak mendapatkan kenikmatan dalam beribadah. Shalat berjamah di masjid-masjid disertai dengan bacaan Al-Quran dari para imamnya, Tahajjud, Tadarusan, Tarawih dan sebagainya. Alangkah indahnya kalau itu semua dapat kita pertahankan. Amru Khalid, seorang da’i asal Mesir dalam bukunya Ramadhan Tijarah Rabihah mengatakan bahwa setidaknya ada lima hal untuk menjaga ketaatan yang telah kita pintal di bulan Ramadan itu;
*
Pertama melaksanakan shalat di masjid, khususnya pada shalat Id; sedikitnya tiga waktu terutama shalat fajar (shubuh).
*
Kedua, dzikir (mengingat) Allah setiap hari meskipun hanya beberapa menit saja.
*
Ketiga, berdoa setiap hari walaupun hanya beberapa menit.
*
Keempat, mulai membaca Al-Quran lagi: meskipun setiap hari hanya membaca satu lembar.
*
Kelima, puasa enam hari dibulan Syawal. Nabi saw bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan, kemudian menyertainya enam hari di bulan Syawal, seolah-olah ia berpuasa selama setahun” (HR. Muslim dan yang lainnya).
Subhanallah! Menjaga lima hal di atas pasca Ramadan menunjukkan bahwa puasa kita diterima. Imam Ahmad bin Hanbal berkata; “Diantara ciri-ciri diterimanya amal baik adalah Anda melakukan amalan-amalan baik setelahnya”.
Kedua, memelihara kesinambungan amal. Mutawalli Al-Barajili dalam majalah Al-Tawhid (edisi X, thn ke-33, 2004) mengatakan bahwa Nabi saw jika mengerjakan suatu amal (pekerjaan), beliau mengokohkan dan menjaga kesinambungannya. Aisyah ra. ditanya; “Apakah Rasulullah mengkhususkan satu hari untuk beramal? Beliau menjawab: “Tidak!” Amalan beliau senantiasa kontiniu” (HR. Bukhari).
Beliau tidak mengkhususkan untuk qiyamullail pada bulan Ramadan saja –meskipun beliau memang mengkhususkannya pada sepuluh hari terakhir—, namun beliau selalu melakukannya sepanjang tahun. Aisyah berkata; “Rasulullah tidak pernah shalat lebih dari sebelas rakaat, baik di bulan Ramadan maupun pada bulan-bulan lainnya” (Muttafaq ‘Alaihi).
Ketiga, senantiasa mengawasi diri (muraqabah al-nafs). Ini seperti ‘waskat’ alias pengawasan melekat untuk diri sendiri. Kita sangat butuh untuk mengawasi diri kita kata Mutawalli Al-Barajili, baik di saat sunyi maupun di saat keramaian. Dan kita harus ingat, kata beliau, bahwa Allah selalu mengawasi kita dan tidak satupun yang tersembunyi dari Allah; “Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit” (QS. Ali Imran: 5).
Maimun bin Mahran pernah bertutur; “Seseorang tidak dianggap bertakwa hingga ia benar-benar menghisab (mengawasi) dirinya lebih dari seorang partner khusus atas dirinya, hingga ia tahu dimana asal pakaian, makan dan minumnya”.
Saudaraku, mudah-mudahan ibadah puasa kita benar-benar terhunjam dalam hati kita, mengantarkan kita kepada derajat takwa yang kita idam-idamkan sekaligus dapat mewarnai perjalanan hidup kita sebelas bulan yang akan datang, âmîn.
Barangsiapa yang menyembah Ramadan, Ramadan telah berlalu pergi. Barangsiapa menyembah Allah, sesungguhnya Ia tetap hidup tidak akan mati. Semoga.
0 komentar for "Jangan Mengurai Benang Pintalan"